Minggu, 11 Maret 2012

RINQUEST: SCENE #2 GEER ITU INDAH


Lagi. Aku terserang insomnia.
Akan sangat melegakan kalau saat ini aku dikejar tumpukan deadline yang mengharuskanku kerja lembur. Sayangnya, tugas yang ada sudah selesai aku kerjakan dan aku tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk membuang waktu ‘luang’ku ini.
Gerimis. Titik-titik air yang menimpa atap bangunan kostku terdengar kian rapat. Gerimis telah berubah menjadi hujan.
Tanpa diminta, otakku memutar lagi kenangan memori silam. Saat awal kedekatan kita. Saat awal diriku menyadari bahwa aku membutuhkanmu.
=.=.=

“Anggrek,” bahkan waktu itupun kamu sudah memanggilku anggrek. “Kamu punya materi kuliah minggu lalu?”
Tanpa menjawab pertanyaanmu, kurogoh tasku dan mengangsurkan buku catatan beserta sebuah flashdisk padamu.
“Boleh kupinjam?” sejak pertama mengenalmu, aku sudah tahu kamu selalu meminta persetujuan kepada orang lain untuk apapun yang akan kamu lakukan. Nice.
Aku mengangguk sebagai tanda persetujuan.
“Sampingmu kosong kan, aku duduk sini ya..” lagi-lagi kamu meminta persetujuanku.
Dan kembali aku mengangguk untuk keduakalinya dalam waktu lima menit terakhir. Kamu bisa membuatku meecahkan rekor untuk kategori menganggukkan kepala terbanyak.
Sejak hari itu, kamu mendapat satu perhatianku karena keberadaanmu dalam kelas membuat semua kepala menoleh kearah kita.
=.=.=
Aku malu. Kamu mendapatiku sedang menyurut air mata dengan selembar tisu.
“Kamu kenapa, Anggrek?” tanyamu penuh nada cemas.
“Nggak papa.” Elakku enggan jujur padamu.
Tapi kamu tidak pernah mau menerima jawaban tidak. Dengan gigih kamu berasil membuatku membagi perasaanku padamu.
“Hanya karena dia menganggapmu sebagai seorang adik, bukan berarti kamu boleh mencampuri urusannya seperti itu.” Nasehatmu.
“Tapi aku tidak ingin dianggap sebagai adik..” rengekku.
“Sudah, sudah.. jangan sedih. Aku rasa lebih baik dia menganggapmu sebagai adik. Seorang kakak itu jauh lebih baik dari pada pacar.”
“Tapi..”
Kamu juga tidak pernah mau menerima bantahan. Dengan tatapanmu yang teduh itu, kamu berhasil membuatku berhenti mengeluh.
Tambah satu lagi perhatianku untukmu.
=.=.=
Pukul satu dini hari. Dan kita baru saja selesai mengerjakan tugas kelompok. Untuk pertama kalinya, aku melihat sisi lainmu yang begitu perhatian.
Kamu mengantarku pulang. Menunggu sampai aku menghilang dalam kurungan bangunan, baru kamu pergi. Meski aku bilang aku berani pulang sendiri. Meski teman-teman yang lain langsung berpencar setelah aku bilang aku berani pulang sendiri.
Tidak hanya aku, juga semua teman perempuan yang ada di kelompok kita. Meski kamu harus menjelajah kota ini dari satu ujung ke ujung lainnya. Meski yang kamu antar itu mengendarai mobil, sementara kamu mengiringinya dengan sepeda motor. Meski untuk itu kamu baru bisa sampai rumah pukul tiga pagi.
Kali ini, separuh perhatianku kuberikan untukmu. Cuma-cuma.
=.=.=
Tengah malam aku meneleponmu. Menangis. Hanya kamu yang bisa menampung keluhanku saat ini.
Dengan sabar kamu mendengarkanku. Memberiku nasehat. Menenangkanku. Hingga aku tertidur.
Esoknya aku baru tahu kalau sebenarnya kamu semalam sedang demam. Dan kamu terpaksa bolos ujian karena anfal.
Kamu telah meyakinkanku dengan tindakanmu, bahwa aku jatuh cinta padamu.
=.=.=