Lagi.
Aku terserang insomnia.
Akan sangat melegakan kalau saat ini aku dikejar
tumpukan deadline yang mengharuskanku kerja lembur. Sayangnya, tugas yang ada
sudah selesai aku kerjakan dan aku tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk
membuang waktu ‘luang’ku ini.
Gerimis. Titik-titik air yang menimpa atap
bangunan kostku terdengar kian rapat. Gerimis telah berubah menjadi hujan.
Tanpa diminta, otakku memutar lagi kenangan
memori silam. Saat awal kedekatan kita. Saat awal diriku menyadari bahwa aku
membutuhkanmu.
=.=.=
“Anggrek,” bahkan waktu itupun kamu sudah
memanggilku anggrek. “Kamu punya materi kuliah minggu lalu?”
Tanpa menjawab pertanyaanmu, kurogoh tasku dan
mengangsurkan buku catatan beserta sebuah flashdisk padamu.
“Boleh kupinjam?” sejak pertama mengenalmu, aku
sudah tahu kamu selalu meminta persetujuan kepada orang lain untuk apapun yang
akan kamu lakukan. Nice.
Aku mengangguk sebagai tanda persetujuan.
“Sampingmu kosong kan, aku duduk sini ya..”
lagi-lagi kamu meminta persetujuanku.
Dan kembali aku mengangguk untuk keduakalinya
dalam waktu lima menit terakhir. Kamu bisa membuatku meecahkan rekor untuk
kategori menganggukkan kepala terbanyak.
Sejak hari itu, kamu mendapat satu perhatianku
karena keberadaanmu dalam kelas membuat semua kepala menoleh kearah kita.
=.=.=
Aku malu. Kamu mendapatiku sedang menyurut air
mata dengan selembar tisu.
“Kamu kenapa, Anggrek?” tanyamu penuh nada
cemas.
“Nggak papa.” Elakku enggan jujur padamu.
Tapi kamu tidak pernah mau menerima jawaban
tidak. Dengan gigih kamu berasil membuatku membagi perasaanku padamu.
“Hanya karena dia menganggapmu sebagai seorang
adik, bukan berarti kamu boleh mencampuri urusannya seperti itu.” Nasehatmu.
“Tapi aku tidak ingin dianggap sebagai adik..”
rengekku.
“Sudah, sudah.. jangan sedih. Aku rasa lebih
baik dia menganggapmu sebagai adik. Seorang kakak itu jauh lebih baik dari pada
pacar.”
“Tapi..”
Kamu juga tidak pernah mau menerima bantahan.
Dengan tatapanmu yang teduh itu, kamu berhasil membuatku berhenti mengeluh.
Tambah satu lagi perhatianku untukmu.
=.=.=
Pukul satu dini hari. Dan kita baru saja selesai
mengerjakan tugas kelompok. Untuk pertama kalinya, aku melihat sisi lainmu yang
begitu perhatian.
Kamu mengantarku pulang. Menunggu sampai aku
menghilang dalam kurungan bangunan, baru kamu pergi. Meski aku bilang aku
berani pulang sendiri. Meski teman-teman yang lain langsung berpencar setelah
aku bilang aku berani pulang sendiri.
Tidak hanya aku, juga semua teman perempuan yang
ada di kelompok kita. Meski kamu harus menjelajah kota ini dari satu ujung ke
ujung lainnya. Meski yang kamu antar itu mengendarai mobil, sementara kamu
mengiringinya dengan sepeda motor. Meski untuk itu kamu baru bisa sampai rumah
pukul tiga pagi.
Kali ini, separuh perhatianku kuberikan untukmu.
Cuma-cuma.
=.=.=
Tengah malam aku meneleponmu. Menangis. Hanya
kamu yang bisa menampung keluhanku saat ini.
Dengan sabar kamu mendengarkanku. Memberiku
nasehat. Menenangkanku. Hingga aku tertidur.
Esoknya aku baru tahu kalau sebenarnya kamu
semalam sedang demam. Dan kamu terpaksa bolos ujian karena anfal.
Kamu telah meyakinkanku dengan tindakanmu, bahwa
aku jatuh cinta padamu.
=.=.=