Putihnya
plafon kamar mengingatkanku pada beberapa scene
kenangan yang tiba-tiba merajuk untuk diingat. Semuanya melibatkanmu. Ah,
lagi-lagi kamu.. bisakah jika untuk sekali ini, kamu berdiam dulu dalam laci
memoriku?
=.=.=
Panik. Sepertinya
aku memang sudah identik dengan kata itu. Dengan memori otak yang cukup pendek,
dimana aku sering melupakan hal-hal penting dan malah mengingat detail kecil.
Bagaimana mungkin aku melupakan tugas Beton dan malah begadang semalaman demi
menuntaskan Septimus Heap..
Ah, kepada siapa aku
harus bergantung sekarang?
Tiba-tiba saja
namamu terbersit dalam kepalaku. Meskipun awalnya aku ragu, tapi kuberanikan
diri untuk menghubungimu. Mencoba mengabaikan cerita orang bahwa kamu ini
adalah orang yang enggan direpotkan. Tapi waktuku tinggal satu setengah jam,
dan aku tidak ingat siapa lagi yang mengikuti kuliah ini selain dirimu.
“Tolong aku, bisakah
aku menyontek pekerjaan Beton milikmu?” tanyaku melalui sambungan telepon. Aku
segera meneleponmu, tidak mau menunggu lama dengan mengirimimu SMS, karena
kadang kamu memasang silent mode.
Dalam lima belas
menit, kamu sudah berada di depan rumah kos ku.
“Biar aku yang
kesana.” Katamu saat aku memutuskan untuk mendatangi rumahmu setelah kamu
memberikan persetujuan.
Dan banyak yang
tidak percaya saat aku bercerita bahwa kamu membiarkan pekerjaanmu kucontek
dengan suka rela, bahkan kamu mengantarkannya sendiri ke rumah kosku.
=.=.=
Menyebalkan sekali saat
aku harus menggotong kardus-kardus air mineral ini sendiri. Lalu apa fungsinya
mereka yang mengaku berjenis kelamin lelaki itu yang justru duduk bercengkrama
di selasar sana?
Ah, masa bodoh! Aku
harus segera membawa kardus-kardus ini ke lantai tiga.
“Sini, biar aku yang
bawa.” Dan kamu langsung mengambil alih kardus dalam pelukanku. Membawanya
tanpa kuminta. “Biar nanti aku yang bawa. Kamu naik dulu.” Tambahmu saat aku
hendak mengambil kardus lain yang masih tergeletak di depan pintu masuk.
=.=.=
Sudah hampir tengah
malam. Aku benar-benar ragu untuk
kembali ke rumah kosku. Tapi jarak rumah temanku ini terlalu jauh untuk
kutempuh esok pagi, karena aku harus masuk kelas pagi. Lagipula aku tidak yakin
aku akan bisa dengan mudah beranjak dari tempat tidur jika keadaan tubuhku saja
sekarang ini terasa remuk.
“Biar aku yang
nganterin Ran pulang.” Katamu tanpa ada yang meminta.
Semua orang
menatapmu.
Hanya aku
satu-satunya yang berkeras untuk tidak tinggal menginap, karena alasan kuliah
pagiku itu. Ditambah lagi, ada tugas lain yang belum sempat kuselesaikan,
dimana aku tidak mungkin bisa mengerjakannya di tempat lain karena materinya
kutinggal di kos.
Kutolak tawaranku
karena aku akan merepotkanmu. Jika mengantarkanku kembali ke kampus, kamu akan
memutar jauh untuk bisa sampai di rumahmu.
“Nggak pa pa, kamu
ini cewek. Bahaya tengah malam begini.” Perkataanmu enggan dibantah.
=.=.=
Kenapa
lagi-lagi aku teringat padamu?
=.=.=
Sebentuk
kenangan tentangmu.