Selasa, 07 Juni 2011

Cerita Cinta Dinar

Pikiran Dinar tidak bisa berkonsentrasi pada jalan cerita yang coba dirangkainya. Matanya masih saja tertuju pada halaman yang sama selama sepuluh menit terakhir. Otaknya macet. Tak sanggup mencerna informasi yang baru saja dia peroleh.
“Aku udah jadian sama Lala.” Gani memberitahunya sepuluh menit yang lalu. Waktu yang salah sebenarnya. Dinar sedang membaca novel berjudul To Kill A Mockingbird yang butuh energi ekstra untuk dicerna dalam terjemahan bahasa Indonesia, dan dia sudah sampai pada bab-bab akhir, dan seharusnya Gani menunggu sedikitnya seperempat jam untuk memberinya informasi yang satu ini. Agar paling tidak, dia tidak perlu membaca ulang novelnya dari halaman pertama.
Pantas saja semalam Lala meminta izin khusus untuk makan di luar dengan seorang teman, katanya. Juga tadi pagi dia tak juga berhenti memamerkan cengiran walau Dinar sudah mewanti-wanti bahwa Lala bisa dikira sedang stres akut.
“Aku yang minta Lala buat jangan ngomong duluan ke kamu, aku pengen nyampein duluan…”
Oh, ingin sekali rasanya dia tenggelam ditelan bumi.

@@@

Dinar mulai memiliki rasa ketertarikan pada lawan jenis bahkan sejak dia masih duduk di bangku kelas satu SD. Namanya Uli. Uli ini berpostur tinggi, jauh lebih tinggi dari pada teman-teman seusianya, yang tertinggi di kelas. Wajahnya manis berhias dua lesung pipi yang akan muncul saat dia tersenyum. Dia juga pintar, nilainya yang tertinggi setelah Dinar di kelas mereka.
Yang membuat Dinar diam-diam menulis nama Uli di hatinya adalah karena bocah lelaki itu berkali-kali menghiburnya saat menangis. Dulu Dinar terkenal sangat cengeng.
Kekaguman Dinar pada Uli tak juga surut hingga tahun-tahun berikutnya. Menginjak kelas dua SD, Uli menjadi satu-satunya murid cowok yang betah berada di dekat Dinar. Dinar kecil memang sangat galak, terlebih pada teman-temannya yang suka meletakkan cicak atau kecoa dia mejanya. Uli tidak termasuk dalam golongan itu.
Memasuki tahun ketiga, Dinar dan teman-teman sekelasnya mendapat kosa kata baru. Cinta. Mereka suka menggunakan kata itu untuk saling menggoda sesame teman, walau tidak paham apa artinya.

Uli cinta Dinar

Begitu tulisan yang terbaca di secuil kertas yang terletak di meja Dinar. Mukanya memerah saat membacanya dan buru-buru membuangnya ke tempat sampah sebelum yang lain melihat. Rasanya dia mengenali bentuk tulisan itu, walau tidak yakin. Kemudian seisi kelas menyoraki saat dia menoleh untuk berbicara dengan Uli, setelah bocah itu menjawil bahunya. Sejak saat itu Dinar tidak berani bercakap dengan Uli.

Baru setahun kemudian dia kembali berkomunikasi dengan Uli. Itupun terjadi karena mereka berdua diajukan sebagai wakil sekolah untuk lomba cerdas cermat se-kecamatan. Dan ketika itu tulisan Uli cinta Dinar yang sering tertera di papan tulis telah berganti menjadi Uli cinta Emma. Ada rasa mual saat Dinar membacanya.

Tahun ajaran baru datang dan Uli dipindahkan ke sekolah lain. Orangtua Uli menganggap beberapa teman sekelasnya member pengaruh buruk. Mereka sebenarnya adalah beberapa kakak kelas yang terpaksa mengulang satu tahun karena tinggal kelas. Uli dekat dengan mereka, dan nilai-nilai Uli anjlok. Sejak saat itu Dinar kehilangan sudut terindah yang biasa mencerahkan pikirannya saat pelajaran.

Beberapa kali dia masih sempat berpapasan dengan Uli saat berangkat ke sekolah di depan rumah bocah itu, sebelum dia membonceng ayahnya untuk berangkat ke sekolah juga. Cinta pertamanya yang jauh dari hasrat membara. Penuh keluguan dan kasih yang tak pernah lagi dia temui.

Menginjak bangku SMP ada Tony yang mengaku diam-diam telah lama memperhatikannya. Tony berbeda dengan Uli. Tony seperti matahari dalam wujud aslinya, meledak-ledak. Sementara Uli adalah sosok mentari yang terlihat dari bumi, hangat dan menentramkan. Tapi ada banyak hal yang membuat Dinar juga mulai memperhatikannya.
Tony pacaran dengan Nana, teman sebangku Dinar, saat kelas tiga SMP. Ada semacam sensasi tersayat yang perih dalam diri Dinar. Sejak saat itu Dinar menghindari segala kemungkinan siuasi yang mengharuskannya untuk berbicara dengan Tony. Dan itu berlangsung hingga hari pelepasan. Dan Dia berjanji pada diri sendiri untuk tidak dulu berkontak dengan Tony dalam bentuk apapun. Saat itu, beberapa kali dirinya merindukan Uli.
Tony mengajarkan bahwa cinta juga melukai.

Justru pada bangku SMA, Dinar tidak menemukan sosok Uli lain atau Tony lain yang bisa menarik perhatiannya. Entah dia yang terlalu cuek dan tidak peduli atau hatinya yang enggan mencari penghuni baru. Dia mendengar kabar dari teman-teman SD-nya, Uli dikirim sekolah ke luar kota. Dan dia menepati janjinya untuk tidak berhubungan lagi dengan Tony.

Sebulan setelah Dinar menyandang gelar sebagai mahasiswa, dia kembali berjumpa dengan Uli dan membuatnya harus menata ulang hatinya. Uli telah berubah seratus delapan puluh derajat dari yang dia kenal dulu. Tapi maklum saja, yang dia kenal adalah Uli saat masih bocak. Dia tidak menyaksikan Uli melewati masa remajanya.
Dalam mobil travel yang mengantarnya kembali ke Solo, Dinar menata ulang perasaannya. Masih tetap ada nama Uli disana. Dalam wujud bocah lelaki yang menghiburnya saat menangis, yang menyingkirkan cicak dan kecoa dari mejanya, yang menjadi partnernya dalam lomba cerdas cermat, yang menyapanya dari balik punggung ayahnya saat akan berangkat ke sekolah, dan yang selalu memamerkan lesung pipi padanya.

Selain Uli dan Tony, ada pula nama Hendri. Cowok yang dia kenal saat menginjak bangku kuliah.
Hendri mengenalkannya pada bentuk cinta yang lain. Begitu dipenuhi keinginan untuk memiliki. Dan saat itu dia sudah mengenal Lala, sudah bersahabat dengan gadis itu karena bermacam kesamaan di antara mereka. Dan Lala juga menghimpun rasa pada Hendri. Maka saatnya bagi Dinar untuk mundur teratur. Toh Hendri jelas lebih tertarik pada Lala.
Tak mau bergelut dengan rasa sesal, Dinar menghibahkan diri selama empat semester dalam bermacam organisasi. BEM, bermacam UKM, HMJ dan HMP, juga pengurus koperasi mahasiswa. Semua itu untuk mengalihkannya dari rasa sakit akibat patah hati. Bunganya telah layu sebelum berkembang. Meski beberapa kali matanya masih melirik mencuri-curi pandang ke arah Hendri. Lala dan Hendri bertahan sampai pertengahan semester enam.

Satu tahun bekerja, Dinar memendam rasa bagi Gani. Tak lebih dari  obrolan singkat dan sekedar tegur sapa.
Dinar bukan gadis yang pandai memvisualisasikan isi hatinya dalam gerak polahnya. Atau sekedar membahasakan kalbunya kepada pihak lain. Dia lebih senang mengunci semua itu dalam laci, tak ada orang lain yang boleh tahu.

Lalu seakan jalannya sebuah siklus. Dinar menyukai Hendri. Lala menyukai Hendri. Rasa suka Lala berbalas. Dinar menyukai Gani. Lala menyukai Gani. Rasa suka Lala berbalas.

@@@

Harapan kosong
Harapan terdiri dari kumpulan angan yang bersatu menjadi keinginan, keinginan yang melambung tinggi hingga masuk dan merasuki mimpi
Harapan telah membuat bertahan dari segala badai cobaan, cobaan tak lagi dihiraukan mengingat bayang-bayang senyuman

Senyum itu kini telah mengembang tapi tidak untuk disimpan melainkan dibiarkan tetap terbang membawa sebagian kebahadiaan