Jumat, 24 Juni 2011

Ini Kisahmu



Kamu terbangun dari tidurmu dengan nafas berkejaran memburu. Keringat membanjiri tubuhmu satu-satu. Perlahan air matamu mengalir karena alasan yang hanya kamu yang tahu.
Mimpimu terasa begitu nyata. Bahkan kamu masih bias merasakan hangat tangannya menggenggam lembut jemarimu. Kamu terisak pelan, mencoba tidak membuat suaramu membangunkan seisi rumah.
“Jangan. Tidak enak jika dilihat orang.” Kamu mencegah saat dia hendak menggenggam tanganmu.
“Biar saja semua orang melihat.” Jawabannya membuat mulutmu bungkam. Meski begitu rona merah pada kedua pipimu sudah mewakilimu menjelaskan semua perasaanmu.
Kamu masih menangis. Karena dialog yang begitu menggetarkan hati itu hanyalah sebuah bunga tidur belaka.
“Kenapa aku menangis? Apa yang aku tangisi?” kamu bertanya kepada dirimu sendiri.

==


“Menurutmu bagaimana, Yas?” Arsa menanyakan pendapatmu.
Kamu tidak berani menatap mata Arsa saat berkata, “Kita tetap harus memakai metode kuantitatif, karena harus ada perhitungan mengenai analisis proyeksi jumlah pengguna transportasi massal. Jadi nanti kita pakai gabungan kuantitatif dan kualitatif.” Pandanganmu kamu tujukan pada coretan gambar yang memenuhi lembaran HVS, hasil karyamu selama setengah jam terakhir.
“Lalu untuk kelengkapan data, apa kita perlu membagi kuisioner?” Arsa memancing pendapatmu.
Sebelum menjawab, kamu menghela nafas. “Iya.”
“Oke, kalau begitu minta tolong kamu yang menyiapkan ya.” Pinta Arsa.
Kamu mengacungkan jempol kananmu, masih tanpa berani menatap mata Arsa. Karena pikiranmu masih dipenuhi oleh adegan mimpimu semalam.
“Kamu kenapa, Yas?” Arsa bertanya. Rupanya dia memperhatikan sikapmu yang lain dari biasanya.
Kamu menggeleng lemah. “Nggak pa-pa kok. PMS.” Kamu berlasan. Alasan yang benar-benar kamu karang. Untuk meyakinkannya kamu memamerkan sebentuk senyum.
Arsa percaya dengan sandiwaramu dan tidak mempermasalahkannya lebih lanjut. Tapi kamu masih memikirkan apa yang terjadi pada dirimu sendiri.

==

Cantika bercerita padamu tentang sikap Arsa padanya. Nafasmu sesak karenanya. Tapi kamu berkata pada Cantika, “ Taruhan, nggak sampai seminggu dia bakal nembak kamu.”
“Hahaha,” Cantika menertawakan perkataanmu. Menganggap kamu hanya bergurau, tanpa dia tahu bahwa berat bagimu untuk mengatakannya. Lalu kemudian suara tawanya hilang, “Aku takut kalau aku cumin GR sendiri, Yasmin.” Dia berkata pilu.
“Nggak masalah, kan GR itu indah.” Candamu, berhasil membuat Cantika tersenyum dan hatimu jadi gerimis.
Tidak boleh. Kamu menegaskan kepada dirimu sendiri. Cantika mengharapkan Arsa, kamu harus membuang perasaan anehmu itu jauh-jauh.

==

Kamu menatap makanan di hadapanmu tanpa memiliki selera untuk menyantapnya. Seharusnya kamu merasa lapar setelah berkeliling membagikan kuisioner kepada orang-orang di jalan. Tapi tidak, nafsu makanmu sudah hilang entah kemana.
“Yasmin, makananmu dingin tuh.” Arsa mengingatkanmu. Piringnya sendiri sudah hampir bersih dari gado-gado yang dia pesan tadi.
Kamu menatap soto ayam yang baru kamu makan dua suap. “Iya.” Jawabanmu singkat.
“Kamu nggak pa-pa, Yasmin?” Tanya Arsa sdengan nada cemas.
Hatimu tergetar. Cara Arsa menanyakan keadaanmu begitu lembut, membuatmu melayang mengingat adegan dalam mimpimu tempo hari. Tiba-tiba dalam kepalamu terbayang wajah Cantika. Jangan berharap. Cantika mengharapkan Arsa. Kamu membatin.
“Udah yuk,” katamu.
Arsa menatapmu heran, memandang mangkuk sotomu yang masih penuh. “Makananmu nggak dihabisin?”
Kamu menggeleng lalu berdiri dan berjalan menuju meja kasir. Membuat Arsa terpaksa mengikutimu.

==

Kamu berusaha menghapus jejak air mata darti pipimu dengan selimut karena stock tisumu sudah habis. Meskipun usahamu ini sia-sia karena air matamu masih terus luruh dari sudut mata membanjiri wajahmu. Kamu terisak pelan, kambali membaca sebaris kalimat. ‘Bolehkan aku mencintaimu?’
Itu adalah status di akun twitter Arsa. Dan kamu takut jika pertanyaan itu ditujukan padamu, tapi kamu juga tidak rela jika Arsa memaksudkannya untuk orang lain. Lalu kamu tiba-tiba teringat pada Cantika.
Bagaimana jika sekarang Cantika juga menangis sepertimu karena membaca status Arsa? Kamu tidak tega membayangkan wajah cantik Cantika berlinang air mata. “Kamu jahat Arsa, kalau sampai membuat sahabatku juga menangisimu.”

==

Kamu resmi patah hati. Arsa pacaran dengan Cantika. Kamu mencoba berfikir positif, bahwa Tuhan telah menyiapkan seseorang terbaik untukmu, dan orang itu bukanlah Arsa.
Perlahan kamu mulai berusaha menggeser rasa sukamu pada Arsa sebagai rasa saying kepada sahabat. Hanya sahabat. Sama seperti Cantika.
Dua bulan berselang, Cantika menangis dihadapanmu. “Aku kesal, Yasmin. Dia piker ada sesuatu antara aku dengan Angga. Bukankah dia tahu bahwa aku sudah menganggap Angga seperti adikku sendiri. Padahal aku juga tahu bahwa dia masih diam-diam menyukai Nita.” Tuturnya menggebu disela-sela air matanya.
“Sabar ya, Cantik.” Hiburmu mengelus punggung tangan Cantika.

==

“Yasmin, aku menyukaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?” Dia bertanya tanpa sedikitmpun nada ragu terselip dalam kalimatnya.
Kamu merasa nafasmu berat, sesak menghimpin dadamu. Kamu tidak berani menatap Arsa yang memandangimu lekat.
Kisah Arsa dan Cantika hanya mampu bertahan hingga sepuluh bulan lalu. Dan kamu tahu dengan pasti karena kamu membebani dirimu untuk menghibur Cantika.
“Kamu nggak perlu menjawab sekarang, tapi aku harap kamu akan memberiku kabar baik.”

==

Semalaman kamu tidak bias memejamkan mata. Tubuhmu hanya berbolak-balik di atas tempat tidur. Kerja otakmua begitu lambat, memutar semua kejadian yang menimpamu akhir-akhir ini. Kamu masih tidak menyangka bahwa Arsa akan menyatakan rasa sukanya kepadamu.
“Sudah lama Yas, aku suka sama kamu.” Kamu menengadah karena mendngar hal ini, “Bahkan sebelum aku jadian dengan Cantika, aku sudah menyukaimu.” Kamu semakin terhenyak, tidak tahu harus berkata apa.
“Tapi, kamu terasa terlalu sulit untuk digapai.”

==

Dengan kepala migrain, kamu memaksakan diri untuk menemui Arsa. Kamu tidak mungkin tinggal diam dalam keadaan seperti ini. Karena akan terasa tidak nyaman untukmu, juga untuk Arsa.
“Sebelumnya aku mengucapkan terima kasih untuk semua perhatianmu selama ini. Aku benar-benar tersanjung karenanya. Tapi maaf, aku tidak bias menerimamu lebih dari seorang sahabat. Aku tidak mau menyakiti Cantika.”
“Aku dan Cantika sudah lama putus. Tidak ada hubungan apa-apa lagi diantara kami selain hubungan sebagai teman.” Potong Arsa tidak bias menerima alasanmu.
“Tetap ada. Kamu mantannya Cantika. Dan hal itu tidak mungkin berubah. Menurutmu bagaimana perasaan Cantika jika akhirnya kita berpacaran. Sahabatnya dan mantan pacarnya. Bahkan sampai sekarang kalian masih sama-sama canggung. Aku tidak mau menambah daftar kecanggungan kalian.” Kamu menjelaskan panjang lebar.
Arsa akan kembali memprotes, tapi kamu buru-buru menambahkan. “Toh kalau memang kita berjodoh, Tuhan pasti akan tetap mempertemukan kita. Dan penolakanku kali ini tidak akan banyak mempengaruhi.” Sekali lagi terima kasih dan maaf.”

==

Air mata membanjiri wajahmu. Rasa sesal begitu kuat mendesak dalam dada. Tapi kamu tahu inilah yang terbaik.
Peraturannya mudah. Jangan berpacaran dengan mantan pacar sahabat.

medio sepertiga akhir Juni, 2011