Jumat, 05 Oktober 2012

Halaman Samping : Belongs To You


Nggak tau, kesambet apa waktu ngayal ini.. tapi kok, malah jadi keterusan.. ketahuan banget ngayalnya.. imajinasi parah. Agak terlalu biasa memang, tapi aku termasuk orang yang suka dengan hal-hal seperti ini..

selamat membaca

p.s. jika ada kesamaan nama dan tokoh dan tempat, maaf-maaf saja, ada kemungkinan itu saya sengaja.. tapi murni ini bukan buat menyinggung atau apapun.. cuman buat seneng-seneng aja.. :')


Alex berjalan lambat utuk ukuran kebanyakan orang disekelilingnya yang berjalan cepat. Tak ada yang memburu waktunya hingga dia harus bergegas saat ini. Lagipula, siapa yang sudah begitu bodoh mau menyuruhnya untuk bergegas, sama saja orang itu mencari mati.
Siapa yang tidak mengenal Alexander Louthier Jr.? Pewaris tunggal perusahaan raksasa Eternity yang bergerak di bidang IT dan menguasai hampir separuh pasaran dunia. Usianya memang belum genap 20 tahun, tapi siapa yang meragukan kemampuan manajerialnya. Bahkan ayahnya pun percaya padanya dan menjadikan pemuda yang dinamakan seperti nama kakeknya itu sebagai Direktur Operasional. Tidak ada yang mamprotes keputusan tersebut, karena toh kemampuannya sudah Nampak sejak dia berusia 10 tahun.
Waktu itu perusahaan sempat mengalami masalah sulit, dan Alex lah yang berjasa mengatasi masalah itu dengan analogi  sederhana yang tidak akan pernah dipikirkan oleh anak seumurannya. Sejak saat itu, ayahnya selalu menjadikannya pusat rujukan setiap kali ada masalah perusahaan.
“Bukankah seharusnya kau berada di ruang kuliah saat ini?” Tanya Jonathan Louthier, ayah Alex, tanpa mengalihkan perhatiannya dari LCD yang menunjukkan grafik perkembangan pemasaran produk perusahaannya.
Alex duduk dihadapan ayahnya tanpa diminta. “Ayolah Dad, seharusnya aku bisa mendapatkan gelar sarjana bulan lalu. Tapi Dad menolak dan bilang pada pihak universitas untuk meluluskanku dengan ‘wajar’.”
Itu benar. Dalam semester ketiganya, Alex berhasil memukau dosen-dosennya. Dia sempat menerima tawaran untuk melakukan penelitian tentang teori barunya, dan penelitian itu sudah berjalan lebih dari separuh, tapi ayahnya secara sepihak menghentikan semua aktivitas penelitiannya. Alex masih diberi kesempatan untuk melanjutkan penelitiannya dan membuktikan teorinya, tapi tidak untuk memberinya gelar sarjana. Belum saatnya, begitu katanya.
“Kau seharusnya senang aku tidak memberimu izin untuk menjadi, kata apa yang cocok disini, ah iya tua. Kau tidak sepatutnya tua lebih awal. Aku merasa bersalah dengan memberimu tanggung jawab sebesar itu untukmu, tapi aku tidak punya alternative lain, kau tahu.” Dia masih belum menatap Alex saat mengatakan ini, “Ibumu bahkan mengeluh, karena kau agak tidak normal, maaf.”
“Ah ya,” potong Alex, “Mom masih mengeluh tentang aku yang tak kunjung membawa seorang gadis padanya.” Dia setengah geli saat membayangkan ibunya.
“Tapi dia benar.” Sela ayahnya.
“Dad, kau tidak sedang menjadi Mom kan?” Alex memutar bola matanya.
“Ayolah, apa salahnya kau bersikap layaknya anak seusiamu Alex. Kau bahkan tidak mau menghadiri pesta prom-mu, oh ibumu masih mengeluh soal hal ini.”
“Dad, kita sudah pernah membicarakan hal ini.” Alex terlihat kurang nyaman dengan topic pembicaraan mereka kali ini.
“Iya, tapi kita belum mencapai kata sepakat. Perlu bagimu untuk belajar mengenal orang lain, khususnya lawan jenismu. Bukan seperti caramu mengenal karyawan di perusahaan ini.” Tambahnya cepat saat Alex terlihat akan membantah. “Alexander, dulu aku dan ibumu sempat cemas saat kami mendapatkan seorang bayi laki-laki. Kami takut kau akan menjadi anak yang nakal, sering keluar malam, membolos sekolah, nilaimu hancur, sibuk merayu gadis-gadis, menghamili anak orang,”
“Wow, imajinasi kalian sungguh hebat.” Puji Alex dalam nada sarkastik.
“Saat melihatmu tumbuh, kami tahu ketakutan kami itu tak beralasan.” Ujarnya seolah Alex tak menyela kalimatnya.
$$$