Selasa, 16 Oktober 2012

Random Project: Cerita Dinar Part #1


ini cerita bener-bener random, ngetik kalau pengen ngetik.. bikin scene yang seenaknya, nggak ngikutin alur yang seharusnya.. masih ada hubungan sama Cerita Cinta Dinar.. entah kenapa punya pikiran kepala yang lompat-lompat dan nggak bisa runtut..
untungnya nggak ada 'kewajiban' tambahan yang nuntut ini cerita jadi runtut ataupun frametime yang bisa bikin kejang-kejang..

next,, happy reading.. ^^


Dinar masih belum menemukan alasan apa yang membawa Uli datang ke rumah orang tuanya pagi-pagi begini. Setelah mengantar pulang Dinar semalam, Uli tidak mengatakan apapun yang memberi petunjuk bahwa pagi harinya akan langsung berkunjung.
“Maaf kalau bikin kamu kaget, karena aku datang pagi-pagi begini.” Rupanya Uli bisa membaca pikiran Dinar.
Sebelum Dinar sempat bertanya, Uli sudah mengutarakan maksud kedatangannya. “Aku mau nganterin ini,” dia mengangsurkan sebentuk kertas yang dia yakini sebagai undangan, “dan aku mau mengajakmu untuk kencan.”
Dinar teringat pada senyum seorang bocah kecil yang mewarnai hari-hari di kelasnya yang suram. Bocah itu telah tumbuh dewasa sekarang, menjelma menjadi sosok yang tampan. Dan dia masih bisa membuat Dinar sesak nafas, sama seperti duli.
Untuk menutupi rasa gugp, Dinar mengalihkan perhatiannya pada undangan yang ada di tangannya. Ada inisial UA yang terukir indah di sampul depan undangan. Siapa?
“Itu undangan pernikahanku.”
“Apa?” Dinar tidak bisa menutupi rasa kagetnya. Uli akan menikah? Bagaimana bisa? Dengan siapa?
“Kenapa kaget? Aku sudah cukup umur untuk menikah.” Seloroh Uli menertawakan kekagetan Dinar.
“Kamu akan menikah, tapi kamu masih mau mengajakku untuk kencan?” nada suara Dinar masih menyiratkan kekagetan, bercampur dengan nada heran.
Uli tertawa, memamerkan gigi yang gingsulnya. Tawa yang sama seperti yang terakhir Dinar ingat.
“Jangan panik. Aku tidak akan mengajakmu kawin lari. Lagipula, kamu adalah orang pertama yang kuberi undangan.”
“Dasar gila!” sambar Dinar tanpa bisa menyembunyikan nada sinis.
“Sebagai informasi, calon istriku sudah memberikan izinnya untuk kita kencan.”
“Kalian sudah tidak waras!”
“Kumohon, Dinar.. ini untuk penting untukku.” Pinta Uli dengan tatapan yang sama seperti saat Uli kecil memohon padanya agar mau belajar kelompok.
Dinar yang merindukan tatapan itu, luluh. “Tapi kenapa, Uli?”
Uli mengenal Dinar dengan baik, meski mereka sudah belasan tahun tidak berhubungan, tapi Uli yakin Dinar masih sama seperti Dinar yang dulu dia kenal. Dan keyakinannya itu benar. Dinar masih sama seperti yang ada dalam ingatan Uli.
“Kalau kukatakan ini demi kelangsungan hidupku selanjutnya, apa kamu akan percaya?”
©©©

to be continued ...


#now playing: Adele - Someone Like You