Aku rindu.
# # #
Letak ruang kelasnya masih sama. Masih berada di ujung
selatan sayap timur. Berada tepat di sebelah kamar mandi. Tapi sudah tidak ada
bunga soka di taman kecil depan kelas, bunga anggrek yang kamu bentu meletakkan
di pohon rambutan pun sudah tidak ada. Bahkan tempat tadinya pohon rambutan itu
terpaku ke tanah sekarang sudah ditumbuhi mahoni remaja. Ah, sayang sekali
padahal banyak kenangan kita tentang taman kecil itu. Hari piket kita yang sama
membuat acara menyiram tanaman cukup semarak.
Ventilasi tinggi berkawat yang dulu menjadi satu-satunya
bukaan selain pintu, sekarang sudah diganti dengan jendela kaca yang hanya
setinggi dada orang dewasa. Ingatkah kamu, saat dulu kamu meletakkan tas baruku
ke ventilasi itu. Lalu buru-buru kamu ambil lagi saat tahu aku berlari ke ruang
guru sambil menangis untuk mengadukanmu. Oh ya, dulu kamu mengataiku cengeng,
tapi setiap hari selalu saja kamu mencari-cari alasan dan cara untuk membuatku
menangis. Mulai dari menyembunyikan buku-bukuku sampai menakut-nakutiku dengan
cicak dan cacing. Jadi, salahmu kalau aku selalu saja menangis di sekolah.
Semalam, apakah kamu menonton pertandingan sepak bola klub
kesayanganku? Juga kesayanganmu? Aku akan mengaku padamu, aku menyukainya juga
karenamu. Karenamu yang selalu bercerita tentang hebatnya pasukan merah dari
kota mode. Karenamu yang membawa jam dinding AC Milan untuk mengganti jam
dinding kelas yang kamu pecahkan saat bermain sepak bola. Kukatakan satu hal
yang belum sempat kukatakan padamu dulu. Bahwa jam dinding dengan latar
belakang lambang AC Milan sama sekali tidak kelihatan bagus. Justru itu merusak
mata karena fokus retina yang dibutuhkan menjadi lebih besar.
# # #
Aku rindu.
# # #
Seseorang memutar lagu lama Dewa 19, kosong. Aku suka lagu
itu. Dan itu karenamu. Karena kamu sering bergumam menyanyikan lagu itu
dibelakangku. Dengan hanya 75 centimeter jarak kita, aku bisa mendengar dengan
jelas apa yang kamu katakan. Karena jarak yang hanya 75 centimeter itu, kita
jadi sering berdebat, karena kamu selalu membantah apapun yang aku katakan. Meskipun
itu adalah jawaban soal yang sudah mutlak kebenarannya.
“Dengarkan ini,” katamu suatu pagi. Aku lupa hari apa itu,
tapi kita sedang memakai seragam pramuka. Mungkin rabu atau kamis.
Kamu menyanyikan lagu terbaru Sheila On 7 waktu itu, Sahabat
Sejati.
“… aku hitam kau pun hitam, arti teman lebih dari sekedar
materi..”
Lagu itu pun berhasil memasuki daftar lagu kesukaanku. Terima
kasih, karena pengaruhmu akhirnya aku bisa sedikit mengenal musik, tidak hanya
lagu Doraemon.
“Kalian ini mesra sekali, sama-sama pintar dan sama-sama kesayangan
guru, benar-benar pasangan serasi.”
Aku ingat, komentar itu yang membuatku sedikit menjaga jarak
darimu. Tapi kamu tetap biasa-biasa saja. Tetap berusaha melibatkanku dalam
setiap pembicaraan yang kamu lakukan. Mungkin kamu tidak merasa terganggu
dengan komentar itu sepertiku.
# # #
Aku rindu.
# # #
Aku ingat alasan kepindahanmu dulu. Karena nilai-nilaimu
terjun bebas. Kalah jauh dari nilai-nilaiku yang di tahun sebelumnya berhasil
kamu salip.
“Iya, ini hari terakhirku di sini.” Katamu mencoba tetap
tersenyum. “Tenanglah, aku tidak akan pindah rumah. Setiap pagi aku masih akan
melihatmu datang ke sekolah.”
Rumahmu memang masih di depan sekolah, tapi bukankah
sekolahmu akan pindah? Itu berarti kita bukan lagi teman sekolah.
Tunggu sebentar. Berarti akulah yang telah membuatmu pindah
sekolah! Karena aku kembali mendapat tempat pertama, kamu terpaksa menuruti
untuk pindah sekolah.
Ah, benar-benar pikiran yang sederhana sekali!
# # #
Aku rindu.
# # #
“Rindu ya, sama kekasih. Ngelamun aja dari tadi?”
Masih saja ada gurauan, meski sudah kukatakan bahwa kita
bukanlah sepasang kekasih.
# # #
Aku rindu.
# # #
Kesekian kalinya aku lewat di depan rumahmu. Dulu kamu akan
menggodaku yang terburu-buru berlari karena hampir terlambat masuk kelas. Kalau
aku saja hampir terlambat, kenapa kamu belum berangkat? Bukankah sekolahmu
menjadi lebih jauh.
Bangunan rumahmu masih sama. Masih ada warung kecil tempat
ibumu menghabiskan sebagian besar waktunya. Beberapa kali aku juga mampir untuk
mencari sekedar bumbu dapur, dan kabarmu. Tapi kamu tidak pernah lagi duduk di
beranda depan dengan sepiring siomay kesukaanmu.
Kamu bahkan tidak pernah lagi berlari-lari di lapangan dekat
rumahku.
Kamu juga tidak muncul saat semua orang, juga keluargamu,
beramai-ramai pergi ke masjid pada hari raya.
Padahal aku sudah sengaja melewati depan rumahmu.
# # #
Aku rindu.
# # #
Kuberitahukan satu hal padamu. Besok aku akan kembali ke
kota kita. Dan kupastikan aku akan dengan sengaja melewati depan rumahmu. Meskipun
aku tidak akan membeli apa-apa di warung ibumu, tapi aku akan tetap melewati
depan rumahmu.
Jadi bisakah kamu menungguku di depan rumahmu.
Sekedar memberiku sebentuk senyum untuk kusimpan sebagai
kenangan.
Meskipun kamu menggodaku, aku tidak akan menangis lagi.
Bisakah kamu berjanji padaku?
# # #
Aku rindu
# # #
Oktober 2012
p.s. aku benar-benar merindukanmu
p.p.s mohon masukannya yaah~ mohon jauhkan diri dari kebiasaan menjadi silent reader... ^^