sebelumnya,, maaf dan terimakasih kepada teman-temanku yang namanya sudah kusadur untuk cerita ini. Aku ingin membangun sosok teman-teman lama yang menyenangkan, dan aku jadi teringat pada kalian semua.. terima kasih untuk pertemanan polos kita semasa SD... #jauuuhbangeet
happy reading, then...
“Kamu ngajak kita ngmpul bareng
buat apa sih, Uli, kalau orientasimu sebenarnya Cuma Dinar?” protes Yogi masih
kesal, karena dia yang menjadi tumbal demi tercapainya tujuan Uli.
“Aku tidak mau kalau kita hanya
pergi berdua. Dan ingat, aku tidak menghitung ini sebagai sebauh kencan. Aku tidak
mau di cap sebagai wanita yang berkencan dengan calon suami orang.” Begitu syarat
Dinar saat dia menyanggupi permintaan Uli.
Selain Yogi, sudah ada Aris, Lia,
Frida, Indra, Lulu, Nana, dan Amin. Juga Uli dan Dinar. Hanya mereka yang bisa
Yogi hubungi. Semuanya adalah teman-teman SD Dinar.
“Jadi, kamu nggak mau ketemu aku?”
seloroh Dinar, pura-pura memasang wajah sedih,
“Siapa bilang nggak mau, Din? Aku
justru sedih, karena kamu akan dimonopoli sama orang ini.” Jawabnya sambil
melirik Uli tajam.
Uli terkekeh, “Sudahlah, Gi.. ini
kan reuni kita, tapi aku minjem Dinar dulu.”
“Kita? Ini reunimu sama Dinar.” Komentar
Aris dalam nada protes, dan mendapat persetujuan dari yang lain melalui
anggukan kepala berjamaah.
Uli tidak peduli dengan protes
yang bermunculan dan tetap menarik Dinar menjauhi teman-temannya. Uli masih
menggandeng tangan Dinar hingga mereka berada di bibir pantai.
Mungkin inilah alasan Uli memilih
salah satu tempat makan di Pantai Widuri. Agar mereka punya tempa untuk bicara
berdua.
“Jadi, apa yang perlu kamu
bicarakan?” Tanya Dinar langsung. Dia segan untuk berlama-lama berduaan dengan
Uli.
“Banyak, Din. Dan aku bingung
harus mulai dari mana.” Aku Uli dengan ekspresi yang belum pernah Dinar lihat. Campuran
antara takut, sesal, kecewa..
“Baiklah,” sahut Uli tiba-tiba
dengan nada yang dibuat ceria. “Bagaimana kamu melihatku selama ini?”
Kening Dinar berkerut. Yang dia
lihat adalah Uli 13 tahun yang lalu. Yang dia simpan dalam ingatannya adalah
sosok Uli dalam usia 10 tahun.
“Mungkin perlu kuralat, bagaimana
kamu mengingatku selama ini?” rupanya Uli dapat membaca pikiran Dinar.
Seorang bocah yang mampu membawa
Dinar mengabaikan waktu yang terus berputar dan terkurung dalam memori miliknya
sendiri.
“Apahak harus kubahasakan?” Dinar
balik bertanya. Saat ini jantungnya berdebar keras. Tapi sesuai janjinya pada
diri sendiri, dia akan jujur.
“Tentu.” Sahut Uli, pasti.
Sebelum menjawab, Dinar terdiam
sejenak, mencoba memikirkan kalimat yang tepat.
“Kamu itu teman yang baik, rival
yang baik..”
“Teman? Rival?” potong Uli dalam
nada shock.
Dinar mengangguk, ragu.
“Kamu hanya menganggapku sebagai
teman? Dan rival?” masih tersisa nada shock dalam suaranya. “Lalu, kenapa
selama ini aku terus..”
“Selama ini kamu apa?” potong
Dinar cepat.
“Lupakan.”
“Ayolaj, Uli..” rengek Dinar
manja, tidak sadar dengan apa yang dia lakukan.
Uli menghindari tatapan mata
Dinar. Tidak mau mengakui bahwa dia bisa luluh oleh tatapan sendu yang masih
sama seperti dalam ingatannya.
“Din, aku suka sama kamu.”
©©©
to be continue..
p.s. masih dalam pencarian alasan apa yang membuat saya teringat pada cerita ini..
#now playing: Taylor Swift - Love Story