Selasa, 16 Oktober 2012

Random Project: Cerita Dinar Part #2


sebelumnya,, maaf dan terimakasih kepada teman-temanku yang namanya sudah kusadur untuk cerita ini. Aku ingin membangun sosok teman-teman lama yang menyenangkan, dan aku jadi teringat pada kalian semua.. terima kasih untuk pertemanan polos kita semasa SD... #jauuuhbangeet

happy reading, then...


“Kamu ngajak kita ngmpul bareng buat apa sih, Uli, kalau orientasimu sebenarnya Cuma Dinar?” protes Yogi masih kesal, karena dia yang menjadi tumbal demi tercapainya tujuan Uli.
“Aku tidak mau kalau kita hanya pergi berdua. Dan ingat, aku tidak menghitung ini sebagai sebauh kencan. Aku tidak mau di cap sebagai wanita yang berkencan dengan calon suami orang.” Begitu syarat Dinar saat dia menyanggupi permintaan Uli.
Selain Yogi, sudah ada Aris, Lia, Frida, Indra, Lulu, Nana, dan Amin. Juga Uli dan Dinar. Hanya mereka yang bisa Yogi hubungi. Semuanya adalah teman-teman SD Dinar.
“Jadi, kamu nggak mau ketemu aku?” seloroh Dinar, pura-pura memasang wajah sedih,
“Siapa bilang nggak mau, Din? Aku justru sedih, karena kamu akan dimonopoli sama orang ini.” Jawabnya sambil melirik Uli tajam.
Uli terkekeh, “Sudahlah, Gi.. ini kan reuni kita, tapi aku minjem Dinar dulu.”
“Kita? Ini reunimu sama Dinar.” Komentar Aris dalam nada protes, dan mendapat persetujuan dari yang lain melalui anggukan kepala berjamaah.
Uli tidak peduli dengan protes yang bermunculan dan tetap menarik Dinar menjauhi teman-temannya. Uli masih menggandeng tangan Dinar hingga mereka berada di bibir pantai.
Mungkin inilah alasan Uli memilih salah satu tempat makan di Pantai Widuri. Agar mereka punya tempa untuk bicara berdua.
“Jadi, apa yang perlu kamu bicarakan?” Tanya Dinar langsung. Dia segan untuk berlama-lama berduaan dengan Uli.
“Banyak, Din. Dan aku bingung harus mulai dari mana.” Aku Uli dengan ekspresi yang belum pernah Dinar lihat. Campuran antara takut, sesal, kecewa..
“Baiklah,” sahut Uli tiba-tiba dengan nada yang dibuat ceria. “Bagaimana kamu melihatku selama ini?”
Kening Dinar berkerut. Yang dia lihat adalah Uli 13 tahun yang lalu. Yang dia simpan dalam ingatannya adalah sosok Uli dalam usia 10 tahun.
“Mungkin perlu kuralat, bagaimana kamu mengingatku selama ini?” rupanya Uli dapat membaca pikiran Dinar.
Seorang bocah yang mampu membawa Dinar mengabaikan waktu yang terus berputar dan terkurung dalam memori miliknya sendiri.
“Apahak harus kubahasakan?” Dinar balik bertanya. Saat ini jantungnya berdebar keras. Tapi sesuai janjinya pada diri sendiri, dia akan jujur.
“Tentu.” Sahut Uli, pasti.
Sebelum menjawab, Dinar terdiam sejenak, mencoba memikirkan kalimat yang tepat.
“Kamu itu teman yang baik, rival yang baik..”
“Teman? Rival?” potong Uli dalam nada shock.
Dinar mengangguk, ragu.
“Kamu hanya menganggapku sebagai teman? Dan rival?” masih tersisa nada shock dalam suaranya. “Lalu, kenapa selama ini aku terus..”
“Selama ini kamu apa?” potong Dinar cepat.
“Lupakan.”
“Ayolaj, Uli..” rengek Dinar manja, tidak sadar dengan apa yang dia lakukan.
Uli menghindari tatapan mata Dinar. Tidak mau mengakui bahwa dia bisa luluh oleh tatapan sendu yang masih sama seperti dalam ingatannya.
“Din, aku suka sama kamu.”
©©©


to be continue..


p.s. masih dalam pencarian alasan apa yang membuat saya teringat pada cerita ini..


#now playing: Taylor Swift - Love Story